Subscribe to web2feel.com
Subscribe to web2feel.com
Diposting oleh leo Minggu, 17 Januari 2010


Jakarta - Ketua BPK Hadi Poernomo menolak audit ulang atas audit investigasi aliran dana penyelamatan Bank Century Rp 6,7 Triliun. Namun ternyata, pasal-pasal yang disebutkan Ketua BPK kurang tepat.

Perihal penolakan audit ulang BPK tersebut memang disampaikan Hadi dalam acara Family Gathering dalam rangka hari ulang tahun BPK yang ke-63 di Kantor Pusat BPK, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (17/1/2010).

Dalam kesempatan tersebut, Hadi menyebutkan bahwa dalam pasal 20 UU Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan dan tanggung jawab keuangan negara menyebutkan bahwa temuan BPK wajib ditindaklajuti, kecuali ada alasan yang pas.

"Kita kembali ke Undang-undang. Pertama, Laporan BPK, sebagaimana pasal 20 UU no 15 tahun 2006 tentang pertanggungjawaban keuangan negara, temuan BPK wajib ditindaklajuti. Kecuali ada alasan yang pas. Kedua, pasal 36 UU BPK Nomor 19 tahun 2006, jelas sekali laporan BPK hanya diaudit oleh BPK internasional yang terdaftar atas perintah BPK RI," jawab Hadi.

Berdasarkan penelusuran detikFinance, UU Nomor 15 tahun 2006 bukanlah aturan mengenai pertanggungjawaban keuangan negara. UU Nomor 15 tahun 2006 adalah UU mengenai BPK.

Pasal 20 UU Nomor 15 tahun 2006 berbunyi :

Ayat (1): Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan sementara dari jabatannya oleh BPK melalui Rapat Pleno apabila ditetapkan sebagai
tersangka dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Ayat (2): Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang terbukti tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan rehabilitasi dan diangkat kembali menjadi Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota
BPK.

Jika ditelaah lagi, Sepertinya UU yang dimaksud Hadi adalah UU nomor 15 tahun 2004 yaitu UU mengenai Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan. Berdasarkan pasal 20 UU tersebut mememang sedikit nyambung dengan pernyataan Hadi. Bunyinya adalah:

(1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut
atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan
diterima.
(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.

Jawaban Hadi lainnya yang janggal yaitu mengenai bahwa laporan BPK hanya dapat diaudit oleh BPK Internasional sebagaimana tercantum dalam pasal 36 UU BPK Nomor 19 tahun 2006.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa UU BPK adalah UU Nomor 15 tahun 2006, sementara UU Nomor 19 tahun 2006 adalah UU mengenai Dewan Pertimbangan Presiden.

Lagipula jika yang dimaksud Hadi adalah pasal 36 UU BPK. Bunyi pasal tersebut tidak seperti apa yang disebutkannya, namun berbunyi :

Pasal 36:

(1) Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Anggota BPK yang mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi dan/atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas BPK dengan melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


Sumber

0 komentar

Posting Komentar